Bagian Kedua.

Oleh : Midian Halomoan Saragi, SH (Praktisi Perbankan BUMN)

Sekali lagi tidak terbayangkan seandainya krisis covid19 ini berlangsung melebihi bulan Juni 2020 maka bukan saja perbankan yang akan mengalami kerusakan tetapi juga semua industri. Stagnasi industri yang notabene sebagian besar dibiayai perbankan jelas akan membuat bank kelimpungan karena tidak mendapatkan imbal hasil atas investasinya dari industri. Industri gulung tikar maka bank akan ikut terseret dan tergulung. Pada momentum seperti inilah maka aturan dan payung hokum OJK di atas segera akan mulai tereksekusi. Perbankan akan dipaksa konsolidasi dengan melakukan rasionalisasi (lay-off) atas jumlah staffing dan outletnya tanpa ampun. Dan itu pun adalah suatu gambaran awal krisis yang sebenarnya. Mari membayangkan seandainya kekacauan ini extending ke tahun depan atau bahkan dua tahun yang akan datang. Mungkin Covid19 ini hanya akan menyisakan beberapa belas bank saja atau bahkan mungkin lebih ekstrim lagi malah tersisa beberapa buah saja. Kelumpuhan hampir total ekonomi negara mengakibatkan perbankan yang dapat ditolong dan diselamatkan untuk tetap established bisa saja seperti deksripsi di atas. Kemalangan dan tangis keras itu ternyata bukanlah gambaran di Indonesia saja tetapi juga pasti terjadi di seluruh belahan dunia. Dunia benar-benar menjuju lockdown ke arti yang sesungguhnya.

Skenario logisnya adalah sebagai berikut. Pertama adalah stage dimana negara akan melakukan rekapitalisasi atas kepemilikan perbankan di negaranya masing-masing dengan menyuntikkan saham Rekap seperti era Krismon Tahun 1998/1999 yang lalu. Saat ini sudah mulai dikumandangkan adanya model yang hampir sama tetapi dengan nama yang berbeda yakni Pandemic Bonds.

Negara melalui KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) sudah menyiapkan penempatan dana pemerintah berupa bantuan kredit lunak Pandemic bonds untuk seluruh industri. Apabila kelak situasi memburuk dan industri termasuk industri perbankan mengalami krisis yang berlangsung ke medium term bahkan long term maka sangat dimungkinkan mereka tidak akan dapat membayar pinjaman lunak tersebut. Atas kondisi ini maka negara akan mengambilalih kepemilikan industry tersebut atas dasar pandemic bonds tadi. Jangan lupa sumber dana pandemic bonds tadi adalah juga jelas berasal dari bantuan negara atau lembaga pendonor. Dan jika seaandainya juga negara akhirnya lumpuh itu berarti negara mau-tidak mau akan membuka negosiasi dengan pendonor dunia untuk terus meminta bantuan membiayai arus kas negara. Terus kalau kemudian situasi semakin buruk maka negara akan tergadai kepada pendonor global atas bonds atau pinjaman yang sudah sangat besar jumlahnya dan sudah sangat menjerat. Biasanya inilah skema logisnya skema dengan kondisi terburuk. Pada tahap itu maka Sistem keuangan dunia dimana di dalamnya termasuk sistem perbankan dunia akhirnya berada dalam satu wadah dan satu kontrol sebagaimana di gambarkan di atas. Seluruh kepemilikan perbankan bahkan negara-negara akan dikuasai oleh Korporasi Raksasa Global atau negara pendonor. Pada tahap ini maka bangking 4.0 akan menjadi kenyataan dimana kontrol dan kepemilikan perbankan berada dalam satu pihak saja dengan konsep single akun untuk satu orang yang dijalankan dengan digitalisasi canggih.

Bisakah semua skenario itu menjadi kenyataan dalam porsi penuh atau hanya parsial saja. It is a miysteri. Sepert Karena setelah covid19 ini percayalah dunia sudah bukan dunia yang sama dengan format saat ini.

Itu adalah horor yang tidak kita inginkan terjadi. Tetapi apapun masa depan itu, sekali lagi, masa sulit biasanya akan melahirkan ide-ide surviving dengan mode untuk bisa cepat beradaptasi.

Kesusahan besar biasanya selalu memaksa manusia untuk bermutasi baik dalam cara berpikir maupun dalam cara bertahan hidup agar survival ke mode yang lebih efisien. Manusia adalah manusia dengan perangkat adaptasi yang super. Hanya mereka yang cepat beradaptasilah yang akan cepat surviving dan tetap eksis. Selamat datang ke tatanan dunia baru, manusia baru dengan tantangan karena kita manusia kuat. Selesai.

Note :

Penulis saat ini bekerja di salah satu Bank BUMN. Seorang Insan Pers dan penulis lepas di berbagai media, Praktisi Hukum, Pemerhati Perumahan Rakyat, Pemerhati BUMN. Penulis saat ini adalah Direktur Pusat Kajian Kebangsaan yang bernama Letho Institute.