oleh

PSO Bukan Ayat Sesat

 

Kewajiban pelayanan publik (public service obligation atau PSO), sejarahnya berlaku berdasarkan hukum transportasi Uni Eropa, kepada perusahaan (umumnya BUMN) untuk memberikan subsidi, antara lain memberikan perusahaan tersebut suatu hak monopoli  untuk mengoperasikan transportasi publik dalam jangka waktu tertentu, umumnya setiap setahun sekali.

Di Indonesia, sejak dahulu kala hingga saat ini, untuk meringankan beban masyarakat, Pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi. Setiap tahun Pemerintah menanggung beban subsidi yang cenderung meningkat, baru setelah era Pemerintahan Presiden Jokowi subsidi banyak dikurangi bahkan ada yang dihapuskan.

Pemerintah di APBN mengalokasikan dana untuk subsidi langsung juga subsidi melalui bantuan pemerintah kepada BUMN dalam usaha peningkatan pelayanan umum (PSO). Secara umum subsidi dalam APBN dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok besar yaitu subsidi Energi dan subsidi non BBM. Subsidi non BBM terdiri atas subsidi listrik, subsidi pangan (Raskin); subsidi pupuk; subsidi benih; subsidi kredit program dan subsidi Public Service Obligation (PSO). Adapun BUMN yang diberikan tugas PSO adalah BUMN-BUMN yang bergerak di bidang transportasi dan komunikasi, seperti PT Kereta Api (Persero) untuk tugas layanan jasa angkutan kereta api kelas ekonomi, PT. Pos Indonesia (Persero) untuk tugas layanan jasa pos pada kantor cabang luar kota dan daerah terpencil, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) untuk tugas layanan jasa angkutan laut kelas ekonomi, dan PT TVRI (Persero) antara lain untuk program penyiaran publik. Merujuk pada undang-undang BUMN No. 19 tahun 2003 disebutkan bahwa tugas BUMN tidak serta merta motifnya hanya komersial, namun juga bisa mendapatkan tugas dari pemerintah yang sifatnya melayani kepentingan umum atau Public Service Obligation (PSO).

Dasar hukum PSO adalah Undang-Undang RI No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 66 ayat 1. Menurut UU No. 19 Tahun 2003 tersebut, pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi Kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak visibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Dalam hal ini, terdapat intervensi politik dalam penetapan harga. Dalam prakteknya ternyata dan nyata-nyata banyak BUMN akhirnya harus merugi oleh karena pemerintah tidak juga membayarkan kerugian BUMN sebagai akibat dari pemberian subsidi kepada masyarakat. Ketidakjelasan dan tidak adanya kepastian hukum serta tidak adanya itikad baik dari Pemerintah yang konsisten dan terus menerus untuk berhitung dengan BUMN membuat hampir sebagian besar BUMN akhirnya menerbitkan laporan neraca rugi laba yang merah alias tekor.

Subsidi melalui PSO ini sesungguhnya sangat tidak jelas dalam bentuk dan evaluasinya sehingga menimbulkan kerawanan akan terjadinya penyimpangan yang mengarah kepada korupsi. Ketidakjelasan format dan akuntabilitas yang rendah baik dalam penganggaran hingga implementasinya juga akhirnya memang membuat para “akrobat sirkus subsidi” alias koruptor leluasa bermanuver dan berguling-guling di atas matras penderitaaan rakyat. Sudah sangat sering diberitakan bahwa persentase pencurian uang negara sangat sering dan sangat besar dari nama anggaran yang berbau sudsidi, terakhir adalah kasus PLN, bahkan mungkin kasus-kasus yang masih banyak akan terkuak kelak.

POS (Pubkic Service Obligation) yang dilekatkan dan menjadi stigma di BUMN selama ini harusnya tidak menjadi klausul sakti untuk mengeruk dan menyalahgunakan keuangan negara melalui BUMN sehingga merugi. Stop dan berhentilah menggunakan irah-irah yang bagus kalau memang hanya untuk menjadi ajang bahkan kesimpulan pengabur atas kerugian dan kehancuran BUMN. BUMN sebagai Badan Usaha filosofisnya harus ‘to achive profit’ sebagai ‘final-goal’-nya, tidak ada hukum dan asas apapun yang bertentangan dengan itu.

Aspek PSO BUMN itu sudah saatnya sungguh-sungguh diarahkan untuk menyeimbangkan dan membuat pemerataan berbagai aspek ekonomi rakyat dipenuhi di segala sektor secara profesional dan proporsioal. Artinya atas sudut-sudut ekonomi rakyat yang selama ini tidak dimasuki dan belum diexploitasi oleh swasta maka BUMN diharapkan bisa ‘involving’

mengembangkannya dengan syarat mutlak harus menghasilkan laba. Berhentilah mulai saaat ini menggunakan PSO untuk dan dengan maksud menjarah uang rakyat. PSO BUMN tidak relevan dihubung-hubungkan dengan Pasal 33 UUD 1945 yakni ekonomi kerakyatan apabila bias dan gelap dalam implementasinya apalagi kalau dengan sengaja didisain untuk terus bias dan kabur. Atas bidang perekonomian yang belum terbuka bagi perdagangan umum dan memerlukan insentif untuk mem-stimulasi dan relaksasi sesungguhnya ada APBN subsidi lagsung yang dapat digunakan secara berimbang dan transparan. Pemerintahan Jokowi- Ma’ruf Amin melalui Kabinet Kerja 2 sudah saatnya melakukan evaluasi gradual dan mendasar serta total atas kebijakan umum (public policy) dalam regim anggarannya untuk menghindari hal-hal yang tidak terang benderang. Kita semua harus sepakat untuk menghentikan hal-hal yang rawan dan sensitif serta kabur dalam menjalankan kebijakan umum di dalam bernegara. Kita harus sepakat dalam suara bulat bahwa sekali lagi aset dan keuangan BUMN yang adalah badan usaha harus digunakan untuk sebesar-besarnya mencari keuntungan atau laba. Karena semakin besar laba BUMN otomatis semakin membuat asset dan jaringan distribusinya besar. Semakin besar laba BUMN jelas akan menambah lipatan dividen ke negara sebagai salah satu sumber APBN.

Kita harus mencegah oknum-oknum yang tidak patriotik dan tidak nasionalis bahkan mencegah apabila ada partai politik yang akan dan atau terus menggunakan phrase ini untuk mengdiskreditkan BUMN untuk kepentingan perorangan dan kepentingan kelompok mereka.

Berhentilah beretorika karena sesungguhnya rakyat Indonesia sudah cerdas. Berhentilah menakut-nakuti karena sungguhnya hukum adalah punggawa kebenaran. Berhentilah mengeksploitasi BUMN Karena BUMN harus menjadi korporasi yang besar dan berkualitas dunia. Berhentilah merusak BUMN karena BUMN adalah milik rakyat Indonesia.

Letho = Loyalis Erick Thohir for Jokowi-Mak’ruf Amin

Midian Halomoan Saragi, SH

(Direktur Letho Institute, Pemerhati Perumahan Rakyat dan Pemerhati BUMN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed